Seringkali kita bertanya, mengapa kita mengerjakan itu ? Bahkan dalam manajemen Jepang dikenal dengan 5W + 1 H yang sangat dahsyat aplikasinya dalam perusahaan. Terus mengapa kita bicarakan di sini ?
kami berpendapat dari sisi lain yaitu mengapa dengan kata ikhlas. Misalkan kita lontarkan pertanyaan mengapa kita bersedekah ? Bisa jadi kita pun menjawab karena perintah agama. Lalu bisa muncul pertanyaan mengapa saya ? Kan saya belum kaya ? Jawaban yang pasti sedekah itu perintah untuk semua orang ya kaya dan juga ya miskin. dan segera muncul pertanyaan berikutnya, mengapa saya yang miskin bersedekah, dengan apa ? Dan bisa jadi lagi ada rasa iri di hati kita, kok dia yang kaya saja tidak sedekah, mengapa mesti saya sedekah ??? Mengapa juga saya sedekah yang dia ? Sampai disini bisa muncul sikap sebagai berikut :
1. Tadinya kita mau sedekah jadi tertunda dan tidak terlaksana
2. Memunculkan sikap buruk yang cenderung menunjuk/menuduh kepada sesuatu atau seseorang yang bisa menimbulkan konflik.
3. Ada sikap iri terhadap orang lain
4. Membuat kita menjadi bingung dan jarang menemukan jawabannya
5. Membuat kita menjadi tidak jujur terhadap diri sendiri
6. Memunculkan prasangka buruk
Sedangkan kebaikan dari pertanyaan mengapa itu BISA jadi kita menemukan persoalan utama sehinga kita menemukan jawaban yang tepat.
Dari hal di atas, perlukah kita sebelum mengerjakan sesuatu untuk bertanya terlebih dahulu dengan mengapa ? Ternyata untuk awal yang butuhkan adalah bekerja atau mengerjakan apa saja dulu tanpa banyak bertanya dan hal ini bisa memberi sikap positif yaitu kita menjadi ikhlas. Tindakan atau perbuatan yang ikhlas tadi bisa membangun pikiran yang baik dan menuntun kita kepada jawaban yang tepat mengapa kita melakukannya. dan jawaban yang tepat itu menjadi rahasia Allah yang bisa diberikan kepada orang yang berilmu. Jika kita ingin menggunakan banyak pertanyaan itu, siapkan diri kita dengan pikiran yang baik ternasuk prasangka positif yang didukung oleh ilmu yang mumpuni (banyak pengalaman didasarkan fakta nyata).
Dalam Al Qur'an hal di atas diceritakan saat Nabi Musa belajar ilmu kepada Nabi khidir dalam surah Al Kahfi, ayat 65 - 82,
Nabi Musa belajar ilmu dengan orang yang berilmu (nabi Khidir), artinya kita ini mesti didampingi oleh orang yang berilmu.
65. lalu mereka bertemu dengan
seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya
rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi
Kami[886].
[886] Menurut ahli tafsir hamba di
sini ialah Khidhr, dan yang dimaksud dengan rahmat di sini ialah wahyu dan
kenabian. sedang yang dimaksud dengan ilmu ialah ilmu tentang yang ghaib
seperti yang akan diterangkan dengan ayat-ayat berikut.
66. Musa berkata
kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku
ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?"
bagaimana kalau tidak didampingi orang berilmu ? Maka sebenarnya apa yang kita lakukan adalah pencarian jalan yang benar dari satu tindakan/perbuatan ke perbuatan lainnya. Yang diperlukan adalah referensi ilmu yang benar yaitu Al Qur'an yang memberikan parameter yang benar dalam tindakan kita. Yang kita sering kita alami adalah kita menemukan cara yang lebih baik dari kemarin, itulah kita memperoleh cara yang lebih baik karena kita sudah melakukan BUKAN dengan banyak bertanya mengapa ??
67. Dia menjawab:
"Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku.
Begitulah Nabi Musa yang sekalipun telah mempunyai sikap yang baik, tapi tidak mampu mengendalikan rasa ingin tahunya yang sudah dibaca oleh Nabi Khidir. Dan Nabi Khidir menegaskan bahwa keingintahuan kita bisa berakibat menjadi tidak sabar (karena belum cukup ilmu).
68. dan bagaimana
kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup
tentang hal itu?"
69. Musa berkata: "Insya Allah
kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu
dalam sesuatu urusanpun".
lalu Nabi Khidir ingin mengajarkan ilmu kepada Nabi Musa dengan syarat "jangan banyak tanya, MENGAPA "
70. Dia berkata: "Jika kamu
mengikutiku, Maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun,
sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu".
71. Maka
berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melobanginya.
Musa berkata: "Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu
menenggelamkan penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu
kesalahan yang besar.
72. Dia (Khidhr) berkata:
"Bukankah aku telah berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak
akan sabar bersama dengan aku".
73. Musa berkata: "Janganlah
kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan
sesuatu kesulitan dalam urusanku".
74. Maka berjalanlah keduanya; hingga
tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, Maka Khidhr membunuhnya. Musa
berkata: "Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena Dia
membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang
mungkar".
75. Khidhr berkata: "Bukankah
sudah kukatakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar
bersamaku?"
76. Musa berkata: "Jika aku
bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, Maka janganlah kamu
memperbolehkan aku menyertaimu, Sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur
padaku".
77. Maka keduanya berjalan; hingga
tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu
kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu
mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang
hampir roboh, Maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau
kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu".
ayat 70 - 77, ternyata Nabi Musa tidak mampu menahan keingintahuannya yang tidak disertai ilmu yang membuat Nabi khidir memutuskan berpisah.
lalu Allah lewat nabi Khidir menjelaskan jawaban dari pertanyaan mengapa dari Nabi Musa, dan barulah Nabi Musa mengerti karena sebetulnya ilmunya belum cukup.
78. Khidhr berkata:
"Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; kelak akan kuberitahukan
kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.
79. Adapun bahtera
itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan
merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas
tiap-tiap bahtera.
80. dan Adapun anak
muda itu, Maka keduanya adalah orang-orang mukmin, dan Kami khawatir bahwa Dia
akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.
81. dan Kami menghendaki, supaya
Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya
dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).
82. Adapun dinding rumah adalah
kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda
simpanan bagi mereka berdua, sedang Ayahnya adalah seorang yang saleh, Maka
Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan
mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku
melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. demikian itu adalah tujuan
perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya".
Jadi boleh-boleh saja kita bertanya dengan mengapa, tapi siapkan diri kita untuk berpikiran dan sikap yang baik TANPA harus menunda dan bahkan tidak mau melaksanakan apa yang kita kerjakan. Dan Alangkah baiknya kita mempunyai referensi tindakan/perbuatan yang baik dan benar dari Al Qur'an lalu dengan itu kita mengerjakan yang baik saja dengnan ikhlas. Dan seiring waktu perjalanan melakukan perbuatan yang baik itu mampu memberikan kita ilmu dan jawaban mengapa kita melakukan itu.
Alhamdulillahi rabbil alamin, segala puji bagiMU ya Allah atas tulisan dan pemahaman ini yang hanya berawal dari kata "mengapa" yang bisa menuntun hambamu memahami banyak hal. Semoga pemahaman ini bisa menuntun hamba dan rekan-rekan menuju keimanan yang sempurna. Amin