Kesempurnaan ilmu dengan BERAMAL SHALEH (ACTION) tanpa henti yang menjadikan dunia lebih baik.

Hubungi 081310737352 untuk pelatihan spiritual gratis inhouse atau organisasi/arisan/keluarga,

Friday, August 3, 2012

Tidak beriman kita kalau masih berputus asa

"Ibrahim berkata: "Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat/kafir." (QS Alhijr, 15 : 56)

Ada kata rahmat Tuhan, ada orang-orang sesat/kafir dan ada kata putus asa. Apa maknanya ? Kalau sekilas ditafsirkan ayat di atas adalah tidak ada orang yang berputus asa kecuali orang kafir, artinya orang muslim atau beriman tidak akan berputus asa. Benarkah kalimat ini ? Pasti benar dan mutlak kebenarannya. Kemudian yang jadi pertanyaannya ... masih ada orang muslim yang putus asa dalam mengejar impiannya atau bahkan sampai bunuh diri ? Ada dan bahkan banyak. Terus katanya tidak berputus asa bagi orang yang tidak sesat atau beriman.
Sebelum membahas lebih dalam, kata putus asa tidak sekedar orang yang pasrah terhadap pencapaian keinginannya saja, tapi bisa juga :
1. Sudah tidak percaya apa yang dilakukannya tidak berbuah apapun.
2. Sudah mengerjakan tapi tidak menghasilkan, sedangkan orang yang "diam" mendapatkannya.
3. Malas ... yang berarti sudah tidak mau mengerjakan tapi banyak berharap.
4. Tidak percaya lagi dengan nasehat yang baik untuk terus berusaha.
5. Sudah enggan melakukan koreksi dan perbaikan karena tidak terjadi perubahan.
6. Lebih banyak berharap (dan berdoa) daripada usaha yang seharusnya dilakukan.
7. Lebih yakin dengan perbuatan buruk daripada perbuatan baik.
8. Sering menyalahkan orang di sekitar kita dan lingkungan serta pasrah (tidak melakukan lagi).
9. Kepasrahan yang berujung kepada bunuh diri sebagai salah satu solusi terhadap penantian yang tidak berujung.
Memaknai orang beriman tidak putus asa adalah sebagai muslim yang mempunyai keimanan kepada Allah, yaitu percaya rahmat dan rezeki Allah itu tidak terhitung, maka mari kita nikmati apa yang ada pada diri kita. Bagaimana caranya menikmatinya ? Rahmat dan rezeki yang baik yang datang dari Allah memerlukan cara atau petunjuk yang benar sehingga menghasilkan yang benar pula. Orang beriman mempunyai tugas untuk terus-menerus menyadari rahmat Allah dan mencari tahu bagaimana cara memanfaatkan (amal shaleh) rahmat tersebut. Dan bila ini dilakukan maka tidak ada kata putus asa, why ? karena apa yang kita lakukan (amal shaleh) itu merupakan pekerjaan yang ikhlas.
Sebaliknya orang yang sesat itu, menyadari mereka mendapatkan rahmat Allah, tapi rahmat itu tidak dilakukan dengan cara-cara yang baik (bukan amal shaleh) sehingga hasilnya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Kondisi inilah yang membuat mereka menjadi putus asa karena apa yang dikerjakan tidak membuat mereka menjadi nyaman dan terus haus untuk mengerjakannya (bukan amal shaleh). Mereka mengumpulkan banyak uang yang membuat mereka menjadi hampa dalam hidupnya, kondisi ini berbeda untuk orang yang beriman, dengan uang yang diterima bukan untuk dikumpulkan tapi dibagikan sebagai sedekah yang membuat mereka menjadi nyaman dan bahagia.
Jadi salahlah kita yang beriman itu selalu ada putus asa (berhenti beramal shaleh) .... kalau itu terjadi, maka yang perlu kita tanyakan  adalah apakah cara-cara yang kita lakukan sudah sesuai syariat Islam (petunjuk Allah) ?  Bila petunjuk yang kita dapatkan sudah sesuai Allah, maka kita sepantasnya berusaha menyempurnakan perbuatan yang memerlukan waktu dan berproses dari waktu ke waktu.
Ajakan dari ayat di atas adalah untuk terus menyadari rahmat Allah yang ada pada diri kita untuk dicarikan petunjuknya agar dapat dimanfaatkan dengan cara yang benar sehingga kita menjadi bahagia.

Wednesday, August 1, 2012

Memelihara = meningkatkan kualitas

Surah Al Mu'minuun, 23 : 1, 2 dan 9, Beruntunglah orang-orang beriman, yaitu orang yang khusyuk dalam sembahyang, yang memelihara shalatnya. Mari kita pahami kata mememlihara shalat. Dalam keseharian, kata memelihara tanaman ... sebenarnya kita terus berusaha agar tanaman itu tidak sekedar hidup tapi berupaya membuat tanaman itu menjadi tumbuh dan berkembang bahkan berbuah/berbunga. Upaya yang kita lakukan untuk memelihara itu, kita bertanya dan belajar tentang tanaman serta mempraktekkannya (mengamalkannya).
Kalau kita menerapkan kata memelihara untuk tanaman seperti hal diatas, mengapa dengan shalat kita tidak mau mencari tahu ilmu shalat, belajar tentang shalat dan mempraktekkan shalat yang mampu meningkatkan kualitas shalat kita. Sudahkah demkian ? Dalam kesehariannya kita hanya shalat dan shalat. Kualitas shalat (khusyuk) didukung oleh keyakinan yang dibangun oleh ilmu dan amal shalehnya. Begitulah sebenarnya kata memelihara yang dimaksud dalam ayat itu. Disisi lain memelihara mengandung makna konsisten untuk terus melakukannya sampai usia kita.
Bisa dibayangkan keinginan kita untuk menjadi orang yang beriman dengan memelihara shalat, dan dengan shalat yang terpelihara (dengan cara yang benar) yang mampu mencegah yang keji dan mungkar. Kalaulah semangat shalat ini membangun karakter kita, maka begitu  indahnya hidup ini dan tidak memberi ruang waktu bagi kita untuk mengerjakan yang buruk.

Tuesday, July 31, 2012

Bersyukur itu menjadi bertambah ...

Allah Swt menilai kita dari amalnya, ukuran yang paling sederhana adalah apa yang kita terima lebih kecil dari apa yang kita berikan kepada Allah. Contoh, kita dikasih uang Rp 100.000, kemudian uang tersebut bisa kita tabung dan berbunga, terus kalau uang itu diminta orang yang memberinya maka kita mengembalikan uang Rp 105.000 (Rp 5.000 adalah bunga). Apakah ini bisa disebut bersyukur ? Iya, kalau menurut pendapat di atas. Tapi sebenarnya uang Rp 100.000 tidak dimanfaatkan dengan tindakan (amal shaleh) yang bisa berbuah lebih banyak, maka dapat kita sebut uang itu tidak bertambah (sekalipun bertambah tapi tanpa amal shaleh).
Mari kita bayangkan ..... kalau Allah sudah berikan kepada kita nikmat (seperti uang di atas), lalu saat kematian datang Allah menanyakan tentang pertanggungan jawab nikmat tersebut. Kalau nikmat itu kembali utuh berarti impas (dalam contoh di atas uang Rp 100.000 kembali Rp 100.000), pertanyaan berikutnya adalah ngapain aja kamu dengan nikmat (uang) itu ? Ngga ngapa-ngapain, atau kita bilang saya sudah usaha dan berhasil tapi lalu rugi lagi hingga tetap tersisa uang Rp 100.000. Kondisi ini mencerminkan bahwa kita belum bersyukur.
Bagaimana kalau nikmat itu berkurang ? Hal ini menjadi kerugian buat kita saat menghadap Allah swt. Maka dari itu mari kita bersyukur dengan pola berpikir seperti menerima uang tersebut, artinya mari manfaatkan uang Rp 100.000 itu menjadi bertambah nilainya dengan amal shaleh. Bersedekah sehingga uang itu berkurang  menjadi Rp 50.000, apakah bersedekah tidak bersyukur, karena nikmatnya berkurang ? Kalau sedekah yang ikhlas berarti kita sudah mengembalikan nikmat itu kepada Allah dan Allah menerima dengan bonus nilai berlipat ganda. Tapi bila sedekah yang tidak ikhlas, kita menjadi orang yang rugi .... karena nikmat itu terbuang percuma.
Coba perhatikan lagi tubuh kita ini, saat lahir seperti kita saat ini ..... dan bayangkan saat kita meninggal, apakah tubuh sebagai nikmat ini kita syukuri ?
Tubuh yang sejak lahir sehat ... terus meninggal dalam keadaan sakit atau ada yang patah/rusak ? Apakah kita bersyukur ? Bisa jadi tidak, karena kita mengurangi tubuh itu (nikmat). Dan jika pengurangan nikmat (tubuh) itu karena kita berjuang di jalan Allah, maka itulah syukur kita.
hal lain, adalah apakah kita bersyukur dengan tubuh ini, dengan cara berbuat amal shaleh yang menyebabkan orang lain menjadi bertambah nikmatnya ? Inilah ukuran Allah untuk menilai kehidupan kita ini.


Menghitung .... menyadari

Seorang teman bilang,"Jangan dihitung nikmat Allah, pasti kamu tidak bisa menghitung", Akhir kata maknanya bisa mengajak kita tidak mau menghitung. Terus kalau tidak menghitung, maka kita pun tanpa disadari tidak menyadari nikmat itu (merasakannya). Camkan baik-baik.
Contoh tidak menghitung uang, maka yang terjadi kita dengan mudah menggunakannya dan baru sadar kalau uang itu sudah habis. Haruskah demikian ?
Bisa kita bayangkan kalau hal demikian terjadi juga dengan yang lain, seperti bersedekah, shalat dan lainnya. Ada apa dibalik makna "nikmat mana lagi yang Engkau dustakan ?" dan "Nikmat Allah itu banyak dan tak terhitung". Yang penting adalah kita harus menyadari bahwa nikmat itu ada dan harus kita nikmati, lalu manfaatkanlah nikmat dalam amal shaleh. Mari berpindah dari satu nikmat ke nikmat lainnya dan tidak perlu menghitungnya lagi hanya focus pada kesadaran pada nikmat itu dan memanfaatkannya.
 

Sunday, July 29, 2012

Beriman tapi tidak yakin ...

Beriman tapi tidak yakin ... sepertinya ungkapan yang salah. kalau beriman mesti yakin. Mari kita merenungkan sebentar. Fakta tentang dosa (tidak sabar), kalau kita beriman maka kita menjadi orang yang sabar, tapi fakta tidak demikian dan kita menjadi tidak sabar dan suka marah. Lalu apakah waktu kita marah itu tidak ingat kita beriman ? Atau apa kita tidak yakin tentang amal shaleh, bersabar itu bagian dari iman ? Kita jawab yakin. Apa benar ? Sudahkah kita mengalami buah dari kesabaran itu ? Pernah, artinya kita mampu bersabar dan dapat menikmati kesabaran itu yang menambah keyakinan kita kepada Allah atas perintah Sabar. Semakin yakin kita kepada Allah semakin beriman kita (kuat). 
Iman tanpa yakin menjadi kosong nilainya iman itu sendiri. Mari kita telusuri, yakin itu tumbuh dari tindakan (amal shaleh) dan amal shaleh itu mesti dibekali ilmu dan kemauan dari dalam. Jadi keyakinan itu tidak tercipta tanpa ilmu yang benar dan amal yang benar (amal shaleh). 
Bisa jadi kita ini belum mampu memelihara iman bahkan meningkatkannya karena belum terbentuk keyakinan kita kepada Allah. Yang ada adalah kita melakukan dosa (bukan amal shaleh) sehingga semakin menjauhkan diri kita kepada terciptanya keyakinan kepada Allah yang menurunkan iman kita, yang terjadi bahkan semakin yakin dan percaya dengan kehidupan dunia (dosa).
Ada pak Haji yang terlihat sering beribadah yang jadi pemimpin tapi korupsi, bisa jadi apa yang dilakukan pak Haji itu seringkali menimbulkan keraguan misalkan untuk menjadi kaya harus sabar dengan usaha yang kita lakukan, tapi kenyataannya kita tidak sabar dan ditambah kebutuhan yang semakin mendesak sehingga kita tidak yakin apa yang Allah perintahkan dengan Sabar. Maka pak Haji itu lebih cenderung untuk korupsi. Dan hasil korupsi itu dapat disedekahkan menurut pak Haji yang mampu menghapus kesalahan sebelumnya, dan kondisi semakin memperburuk keadaan. Begitulah jadinya tidak adanya keyakinan yang menurunkan iman.

Thursday, July 26, 2012

Bersyukur saja .... terima saja

Kalimat di atas seringkali kita ucapkan, setelah beberapa upaya kita lakukan dan pasrah. Kata bersyukur aja lebih kepada pengalihan kita karena tidak ada pilihan lain yang ingin menyenangkan hati kita.
Salahkah langkah yang kita ambil tersebut ? Bersyukurnya sudah benar, tapi yang perlu kita renungkan adalah motivasi bersyukurnya yang kurang mulus. Sesuatu yang baik mesti didukung oleh niat (motivasi) yang baik.
Bersyukur itu memanfaatkan apa yang kita miliki agar menjadi semakin bernilai. Dan kepasrahan adalah tidak adanya upaya lagi dan sudah tidak mampu memanfaatkan apa yang ada pada diri kita sendiri. Jasi bersyukur itu bukan dimulai dari upaya terakhir, tapi dimulai dari motivasi (niat) yang mampu mendorong kita untuk fokus selalu ACTION dan ACTION. Bersyukur juga tidak menuntut hasil yang diharapkan. Maka saat bersyukur yang benar terdapat keikhlasan.
Rasakan proses bersyukur itu bekerja dan hasilnya sangat luar biasa ......

Wednesday, July 25, 2012

Banyak orang bisa tapi hanya sedikit yang mau ..

Yang sukses itu adalah mereka yang mau melakukan sesuatu dan hanya sedikit orang. mari kita telusuri, perhatikan yang jualan kue di pasar bisa jadi  5 - 10 toko dan perhatikan pula yang beli ada ratusan orang. Artinya banyak orang bisa buat kue (bahkan ada yang buat kue lebih enak dari yang ada di pasar), tapi fakta hanya 5 - 20 yang mau membuat kue, tapi selanjutnya yang bisa menjual kue banyak...dan yang mau jualan kue hanya 5 - 10 orang. Yang akhirnya sukses jualan banyak adalah orang yang mau belajar dan mau melayani konsumennya dengan baik dan itu hanya 1 atau 2 orang.
Orang yang mengkritik, orang yang protes, orang iri, orang yang suka gosiipin, orang pintar dan sebagainya adalah yang bisa tapi orang yang tidak mau. Orang yang mau biasanya adalah orang yang terdesak terhadap kebutuhan hidupnya dan tidak banyak ilmu. Coba perhatikan orang di sekitar Anda.
Semua orang bisa masuk syurga, tapi hanya sedikit orang yang mau syurga dengan mengerjakan amal shaleh atau action.
Makanya Mari kita belajar untuk mau (action/amal shaleh) bukan hanya sekedar bisa.